Berawal dari Masjid UI
Pemilihan masjid sempat lokasi rapat atau pertemuan aktivis FLP memiliki alasan bahwa masjid merupakan tempat yang mulia, sakral, dan penting untuk tumbuhnya kebudayaan masyarakat Islam. Maka, rapat-rapat FLP sejak awal berdiri hingga saat ini selalu tidak lepas dari masjid. Di situ mereka berembug soal-soal keorganisasian, soal-soal literasi keindonesiaan, hingga masalah-masalah kontemporer yang terjadi di berbagai belahan dunia.
“Pada tahun 1997,” tulis Helvy Tiana Rosa, “saya mengajak Asma Nadia, Muthmainnah serta beberapa teman dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia bertemu di Masjid Ukhuwah Islamiyah UI.”
Pertemuan tersebut kemudian berlanjut dengan diskusi soal minat membaca dan menulis di kalangan para remaja Indonesia yang berujung pada simpulan: masyarakat butuh bacaan yang bermutu. Selain itu, peserta diskusi juga melihat bahwa banyak anak muda yang ingin berkiprah dalam bidang kepenulisan akan tetapi mereka tidak mendapatkan pembinaan untuk peningkatan kualitas tulisan. Padahal, peran tulisan sangatlah penting, bahkan efektif guna transformasi gagasan kepada orang lain.
Peserta diskusi itu akhirnya bersepakat membentuk organisasi kepenulisan. Pada 22 Februari 1997, forum tersebut kemudian berdiri dengan nama Forum Lingkar Pena. Ketika itu, FLP adalah badan otonom di bawah Yayasan Prakarsa Insan Mandiri (Prima), yang kemudian berganti nama menjadi Yayasan Lingkar Pena di tahun 2003.
Di masa kepemimpinan Helvy, anggota FLP tidak lebih dari 30 orang. Sebuah angka yang tidak besar, akan tetapi dari situlah kemudian berkembang berkali-kali lipat sampai saat ini.
Sejak awal, FLP memang tidak bisa dilepaskan dari peran majalah Annida. Majalah Annida bisa disebut sebagai “media persemaian” para penulis FLP, terutama yang berfokus pada tulisan fiksi. Ketika FLP didirikan, Helvy Tiana Rosa adalah salah seorang jurnalis di media tersebut. FLP kemudian terbantu dengan kebaikan hati General Manajer Ummi Group (Majalah Annida, Ummi, dan Saksi) Ahmad Mabruri yang memberikan ruang ekspresi dan karya—bahkan perekrutan—bagi anggota FLP.
Saat itu, perekrutan FLP juga sempat diumumkan lewat Annida lewat rubrik khusus berisi info FLP. Jurnalis majalah Annida yang juga aktivis FLP, Rahmadiyanti Rusdi bercerita bahwa Ahmad Mabruri merupakan figur penting bagi persebaran FLP lewat Annida. Ceritanya, pada April 2000, Helvy membawa rancangan FLP kepada Mabruri yang kemudian tertarik dan bersepakat untuk mengadakan berbagai kerjasama dengan FLP.
Majalah Annida mulai eksis sejak tahun 1991 dengan beberapa kali perubahan format. Pernah sebagai majalah keluarga Islam, kemudian berubah menjadi majalah wanita, dan majalah dengan segmentasi remaja muslim.
Selain Annida, Helvy dengan lincah juga mengajak beberapa penerbit untuk bekerjasama dengan FLP, seperti Halfino Berry dari Penerbit Asy-Syaamil dan Ali Muakhir dari Penerbit Mizan. Keduanya sangat antusias untuk menerbitkan karya berkualitas dari penulis FLP. Dari ketiga media dan penerbit itu, FLP kemudian terus bekerjasama dengan puluhan—sekarang bahkan mencapai ratusan—penerbit di Indonesia.
FLP Cabang Maros terbentuk pada tahun 2006 dengan terpilihnya kakanda Asiz Aji sebagai ketua pertama, Sebelumnya, pada tahun 2004, FLP Cabang Makassar sudah terbentuk dan diawaki oleh kakanda Yanuardi Syukur. Kemudian, pada tahun 2005, mbak Helvy Tiana Rosa mengunjungi Pesantren Darul Istiqamah Pusat, di Maccopa, Kabupaten Maros, untuk memberikan pencerahan dalam dunia kepenulisan. Dari kegiatan itu kemudian, terlaksana ToWR di daerah Bantimurung yang selanjutnya melahirkan pengurus pertama FLP Cabang Maros pada tahun 2006 yang di Pimpin Oleh Kakanda Asiz Aji.